Pemerintahan

Setahun Ipuk-Sugirah Memimpin Banyuwangi, Ini Kata Bondan..

Banyuwangi, Topiknews.co.id- Hari ini, Sabtu (26/2/2022), masa pemerintahan Bupati Ipuk Fiestiandani wakil bupati Sugirah genap satu tahun. Banyak dinamika yang terjadi dalam jangka waktu satu tahun kepemimpinan istri Abdullah Azwar Anas ditahun pertama, khususnya soal kebijakan publik.

Ketua umum Lembaga Diskusi Kajian Sosial (LDKS) Pilar Jaringan Aspirasi Rakyat (PIJAR) Bondan Madani menilai, sebagai besar tahun pertama Ipuk dihabiskan dalam situasi yang tak normal. Situasi yang tidak normal itu karena pandemi virus Corona yang muncul sebelum dirinya menjabat Bupati Banyuwangi.

“Beberapa bulan pertama kan habis waktunya untuk melakukan penataan birokrasi Pemerintah Kabupaten untuk membantu melaksanakan roda pemerintahan.” Kata Bondan saat dihubungi oleh pihak media.

“Namun belum sampai melakukan penataan birokrasi, sempat muncul kebijakan merumahkan 331 pegawai berstatus tenaga harian lepas (THL). Belum lagi situasi pandemi yang menghambat pemerintah untuk menjalankan program, jadi jika mau mengevaluasi capaian Ipuk konteksnya begitu.” Sambungnya.

Dengan kondisi seperti itu, Bondan menilai progam visi misi yang dijanjikan Ipuk tidak tercapai. Bahkan, dalam aspek-aspek lain, satu tahun pemerintahan Ipuk dinilainya tidak terlalu menonjol dan menuai sejumlah kontroversi.

Ia menyebutkan, salah satu kebijakan yang kontroversi ketika secara sepihak Ipuk Fiestiandani membagikan 1/3 wilayah kawah ijen kepada kabupaten Bondowoso. Pemberian secara sepihak icon kebanggaan Banyuwangi memicu banyak protes dari berbagai elemen karena dianggap tak melakukan kajian dan dipikir secara matang dalam mengambil keputusan.

Hal ini diperparah dengan tidak adanya tindakan dari wakil kita di parlemen yaitu anggota DPRD mengenai keputusan konyol orang nomor satu di Banyuwangi ini. Sempat ada wacana pengajuan hak interpelasi dari dua fraksi dan dua anggota, namun wacana tersebut kandas ditengah jalan dan hanya menjadi cerita yang tak pernah ada ujungnya.

Tak hanya itu, Bondan juga menyoroti lemahnya komunikasi Ipuk sebagai pemimpin dengan sang pendamping yaitu Sugirah maupun dengan pihak legislatif Banyuwangi.

“Keputusan mengenai tapal batas wilayah kawah Ijen tanpa berkordinasi dengan dengan dewan, bahkan Sugirah selaku wakil Bupati juga terkesan seperti tidak tahu menahu masalah itu. Berarti dari sini terlihat bahwa Bupati Banyuwangi tak pandai melakukan komunikasi.” Jelas dia.

“Belum lagi kejadian WOnya tiga pimpinan dewan dalam acara yang digelar di pendopo memperjelas bahwa ketidakmampuan ipuk dalam merajut komunikasi. Bahkan banyak yang beranggapan bahwa hal itu sengaja dilakukan karena ketiga pimpinan tersebut adalah kader parpol yang ketika pilkada merupakan rivalnya.” Lanjut Bondan.

Menurut dia, proses yang baik itu setidaknya harus membuka ruang partisipasi lebih luas, baik dengan elit politik maupun dengan para aktivis yang peduli dengan kemajuan Banyuwangi. Jika dalam prosesnya tidak memuat kedua unsur itu, ia menilai wajar bahwa publik melakukan aksi protes.

Aktivis asal Kampung Atasangin ini mengatakan, salah satu faktor yang membuat pemerintahan Ipuk di tahun pertama ini berjalan kurang maksimal adalah terlalu banyak melakukan pencitraan, tidak menerima kritik dari elemen masyarakat dan tak ada kekuatan oposisi di parlemen yang efektif untuk mengontrol kebijakan pemerintah.

“Di parlemen relatif enggak ada oposisi, sehingga pemerintah Ipuk Fiestiandani ini terlalu nyaman.” Ujar Bondan.

Ke depan, ia menyebutkan, Ipuk harus bekerja maksimal bukan sekedar melakukan pencitraan, karena beban besar justru berada pada partai pendukung sebelum menghadapi pemilu serentak di tahun 2024.

Menurut dia, partai pendukung harus lebih kritis terhadap kebijakan pemerintah agar tercipta sebuah ‘ketidaknyamanan’.

“Kalau jadi teman baik kan kadang-kadang harus memarahi teman sendiri. Terlalu nyaman itu tidak bagus dan itu sistem yang kita miliki saat ini,Jika tidak bisa, maka kekuatan selanjutnya ya civil society harus bergerak. Para pendukung yang ipuk pada saat pilkada semakin kritis, orang nomor satu di Banyuwangi pasti mikir.” Urainya.

Di penghujung wawancara, alumni muda HMI ini juga mempertanyakan aktualisasi dari program pemerintah yaitu Banyuwangi Rebound yang dibangun di atas tiga pilar dan dua fondasi penting. Pilar tersebut meliputi tangguh pandemi, pulihkan ekonomi, dan merajut harmoni. Sedangkan pondasi yang menopangnya adalah pelayanan publik yang excellent dan partisipasi aktif publik.

“Kita semua berharap konsep Banyuwangi Rebound merupakan solusi, bukan hanya konsep untuk mendapatkan berbagai prestasi dan sekedar eksistensi. Namun masyarakat tidak merasakan efek apa-apa dari program yang dicanangkan oleh sang Bupati.” pungkasnya. (NJP)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
×