Hukum & KriminalPemerintahan

Ada Surat Perjanjian Bawah Tangan, Proses Jual Beli Tanah di Peniwen Kromengan Terganjal

Malang, Topiknews.co.id – Permasalahan tanah selalu menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi pemerintah desa yang seringkali sulit diurai. Begitu juga yang terjadi di desa Peniwen, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang.

Karena adanya dugaan Surat Perjanjian bawah tangan yang dimunculkan oleh pihak lain, sehingga proses jual beli tanah sawah, antara ahli waris (alm.) Digdjohari sebagai pihak penjual dengan Manu (56) warga dusun Kertorejo, Peniwen sebagai pihak pembeli terganjal.

Menurut keterangan dari salah satu ahli waris Digdjohari, Endang (60) bahwa tanah yang dijual ini adalah warisan dari orangtuanya yang didapat dari pembagian hak bersama pada tahun 2002 dan sudah ada akta pembagian yang resmi.

“Namun saat sekarang kita jual kepada pembeli, tiba-tiba ada pihak lain yaitu ahli waris dari (alm.) Satoehoe yang mengklaim bahwasanya tanah tersebut sepertiganya merupakan hak mereka,” ujarnya.

Awak media mencoba menelusuri hal ini dan bertemu dengan Kepala Desa Peniwen, Sih Utama, S.Pd di kediamannya, Jumat (11/2/2022). Dari keterangan yang didapat bahwa sebenarnya proses jual beli antara dua pihak ini sudah benar, karena pihak penjual dan pembeli tidak ada masalah.

Sih Utama juga mengakui bahwa saat terjadi pembuatan surat perjanjian pada tahun 2007 tersebut dirinya memang juga menandatangani dengan tujuan agar waktu itu para pihak yaitu (alm.) Digdjohari dan (alm.) Satoehoe bisa berdamai.

“Tetapi memang benar jika surat perjanjian tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum, karena tujuannya waktu itu hanya agar mereka tidak berseteru, mereka juga masih saudara, karena salah satu pihak “ngeyel” minta bagian, tetapi karena sekarang para pihak juga sudah meninggal, apabila saat ini ahli waris sah dari Pak Digdjohari menjual tanahnya juga tidak ada masalah,” katanya.

“Kami dari pihak desa akan siap melayani keperluan dari pihak penjual dan pembeli untuk proses jual beli dan balik namanya nanti,” tambahnya.

Imbaradi, staf desa Peniwen juga angkat bicara terkait hal ini, jika pemerintah desa sudah berusaha memfasilitasi pertemuan antara Pak Ong (salah satu ahli waris alm. Digdjohari) dengan Pak Rudi (ahli waris dari alm. Satoehoe), namun tidak ada titik temu.

“Kalau pihak desa tidak akan melayani proses jual beli ini sebelum permasalahan antara Pak Ong dan Pak Rudi selesai, jika terjadi pertemuan lagi silahkan kantor desa digunakan, tetapi pihak desa tidak akan mengundang, silahkan pihak-pihak ini yang datang sendiri ke kantor desa,” ujarnya.

Menurut keterangan dari Asmuji, staf kecamatan Kromengan saat dikonfirmasi awak media melalui aplikasi Whatsapp mengatakan, sesuai catatan PPAT, bahwa obyek tanah tersebut tercatat pada buku register PPAT atas nama Digdjohari atas perolehan pembagian hak bersama dari orang tuanya atas nama Astroadi Asmo dengan nomor 502 tertanggal 14 Oktober 2002 dengan luas 7.929 m2.

Pihak ahli waris (alm.) Digdjohari melalui kuasa hukumnya dari Kantor Advokat M.ISN (Isnadi & Rekan) Sidoarjo dan juga dari Kantor Advokat Didik Sumartono, S.H., M.H. & Rekan Malang mengatakan siap menghadapi pihak yang tidak berkepentingan yang mengklaim atas obyek tanah tersebut.

“Kami berharapnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan, namun jika mereka masih bersikeras, kami persilahkan melalui proses hukum yang ada,” tegas Didik. (hw)

Related Articles

Back to top button
×