Makanan Pedas Memicu Kanker adalah Mitos, Penjelasan Dokter Jakarta, 15 April 2025 – Dari sambal ulek, rendang, hingga mi pedas viral, makanan pedas sudah menjadi bagian dari gaya hidup kuliner masyarakat Indonesia. Namun, di balik kenikmatannya, beredar isu yang cukup meresahkan: “makanan pedas bisa menyebabkan kanker.” Benarkah demikian?
Dalam beberapa waktu terakhir, kekhawatiran soal efek konsumsi cabai dan sambal terhadap kesehatan, terutama risiko kanker, kian ramai dibahas di media sosial. Namun para ahli menyebut bahwa angapan ini hanyalah mitos, dan tidak didukung oleh bukti ilmiah yang sahih.
Dokter Tegaskan: Tidak Ada Bukti Langsung Makanan Pedas Menyebabkan Kanker
Penjelasan Medis dari Dokter Spesialis
Menurut dr. Riani Indraswari, Sp.PD-KHOM, dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi-onkologi medis dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa makanan pedas secara langsung menyebabkan kanker.
“Sampai saat ini, belum ada penelitian yang membuktikan bahwa makanan pedas adalah pemicu kanker secara langsung. Efek pedas dari cabai berasal dari senyawa capsaicin, yang justru memiliki potensi antioksidan dan antiinflamasi,” jelas dr. Riani saat diwawancarai oleh tim BeritaViral.ID.
Fakta Tentang Capsaicin: Senyawa Aktif pada Cabai
Apa Itu Capsaicin dan Bagaimana Cara Kerjanya?
Capsaicin adalah senyawa aktif yang memberikan rasa pedas pada cabai. Zat ini mampu menstimulasi reseptor saraf panas di lidah, memberikan sensasi “terbakar” yang kita rasakan saat makan makanan pedas.
Menariknya, capsaicin juga telah diteliti dalam dunia medis sebagai:
- Antioksidan yang menangkal radikal bebas
- Anti-inflamasi untuk mengurangi peradangan
- Kemopreventif, artinya memiliki potensi mencegah pertumbuhan sel kanker (pada kadar tertentu)
Penelitian dari University of California, Los Angeles (UCLA), menemukan bahwa capsaicin dalam dosis tinggi mampu menghambat pertumbuhan sel kanker prostat pada tikus lab.
Namun tentu, hasil ini belum bisa diterapkan langsung pada manusia tanpa penelitian lanjutan.
Yang Sebenarnya Berisiko: Pola Makan Tak Seimbang dan Kebiasaan Buruk
Kanker Lebih Sering Dipicu oleh Faktor Ini
Daripada menyalahkan makanan pedas, dokter justru menyoroti beberapa faktor yang lebih jelas berkaitan dengan risiko kanker, antara lain:
- Konsumsi makanan yang dibakar hangus (mengandung zat karsinogenik seperti acrylamide)
- Pengawet nitrit/nitrat berlebihan dalam makanan olahan
- Kurangnya asupan serat dari buah dan sayuran
- Obesitas dan kurang aktivitas fisik
- Merokok dan konsumsi alkohol
- Riwayat genetik
“Kalau kita makan makanan pedas alami seperti sambal buatan sendiri atau cabai segar, itu jauh lebih aman ketimbang konsumsi sosis panggang gosong atau makanan kaleng tinggi nitrit,” tambah dr. Riani.
Efek Makan Pedas Terlalu Sering: Bukan Kanker, Tapi Iritasi
Gangguan Lambung, Wasir, dan GERD
Meskipun tidak menyebabkan kanker, tetap harus dikonsumsi dengan bijak. Jika terlalu sering atau dalam jumlah besar, efek yang bisa muncul antara lain:
- Iritasi lambung → nyeri ulu hati, mual
- Memperparah refluks asam lambung (GERD)
- Diare dan iritasi usus
- Meningkatkan risiko wasir jika disertai konstipasi
Hal ini terjadi karena capsaicin dapat mempercepat motilitas usus dan meningkatkan produksi asam lambung.
Studi Ilmiah: Makanan Pedas Tak Terbukti Sebabkan Kanker
Beberapa riset dari lembaga internasional telah mengklarifikasi mitos ini:
- International Agency for Research on Cancer (IARC) menyatakan bahwa capsaicin termasuk “possibly carcinogenic” hanya dalam bentuk ekstrak murni dan dosis sangat tinggi, bukan dari makanan sehari-hari.
- Studi BMJ Open tahun 2022 di Tiongkok justru menunjukkan bahwa konsumsi cabai dalam jumlah moderat berkaitan dengan penurunan risiko kematian kardiovaskular.
Makanan Pedas Bukan Musuh, Tapi Sahabat Bila Bijak
Jadi, apakah benar makanan pedas menyebabkan kanker? Jawabannya: tidak. Itu hanyalah mitos yang belum terbukti secara ilmiah.
Yang perlu diwaspadai bukan cabainya, tapi cara pengolahan makanan, pola makan tidak seimbang, dan gaya hidup tidak sehat. Bisa tetap dinikmati, selama tidak berlebihan dan dikonsumsi dalam kondisi lambung yang sehat.