Banjir Tenggelamkan Akses Tambang Emas Gunung Tumpang Pitu

Berita31 Views

Banjir besar kembali melanda kawasan selatan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, dan kali ini berdampak signifikan terhadap aktivitas industri tambang emas di Gunung Tumpang Pitu. Kejadian alam ini menyebabkan akses utama menuju lokasi tambang digenangi air setinggi lutut hingga pinggang orang dewasa. Selain melumpuhkan jalur logistik perusahaan tambang, banjir juga memperparah keresahan masyarakat yang selama ini menyoroti keberadaan tambang tersebut.

Gunung Tumpang Pitu dan Kontroversi Pertambangan Emas

Lokasi Strategis dengan Kandungan Mineral Tinggi

Gunung Tumpang Pitu terletak di Kecamatan Pesanggaran dan telah lama dikenal sebagai kawasan dengan potensi tambang emas yang besar. Tambang ini dikelola oleh PT Bumi Suksesindo, anak usaha PT Merdeka Copper Gold Tbk, dan memiliki konsesi eksplorasi yang luas mencakup hutan lindung dan kawasan pesisir selatan. Namun, sejak awal beroperasi, proyek ini menuai kontroversi karena dikhawatirkan akan merusak ekosistem lokal yang sensitif.

Sorotan Publik dan Penolakan Warga

Sejak proyek pertambangan di Gunung Tumpang Pitu dijalankan, muncul banyak gelombang penolakan dari kelompok masyarakat sipil, organisasi lingkungan, serta tokoh adat. Mereka menyoroti deforestasi, pencemaran air, serta meningkatnya risiko bencana ekologis akibat pembukaan lahan skala besar. Terbaru, banjir yang menenggelamkan jalan utama menuju tambang dianggap sebagai dampak langsung dari berkurangnya daya serap tanah akibat penggundulan hutan di lereng gunung.

Dampak Banjir terhadap Infrastruktur dan Lingkungan

Akses Jalan Menuju Tambang Lumpuh Total

Banjir kali ini tidak hanya mengganggu aktivitas perusahaan tambang, tetapi juga warga sekitar. Jalur utama yang menghubungkan Kecamatan Pesanggaran dengan area tambang tertutup air selama beberapa hari, menghambat kendaraan berat dan distribusi logistik. Petugas harus menunggu air surut agar peralatan tambang bisa masuk dan keluar lokasi.

Lahan Pertanian dan Sumber Air Tercemar

Selain menenggelamkan jalan, air bah juga merusak ratusan hektar lahan pertanian di sekitar Gunung Tumpang Pitu. Lumpur dan limbah tambang yang terbawa arus air membuat sawah dan kebun warga tidak bisa digunakan. Tak hanya itu, beberapa sumber mata air alami dilaporkan tercemar dan berubah warna, menimbulkan keresahan akan dampak jangka panjang terhadap kesehatan warga.

Reaksi Pemerintah dan Perusahaan Tambang

Pernyataan PT Bumi Suksesindo

Pihak perusahaan mengeluarkan pernyataan bahwa mereka sedang melakukan evaluasi dan penanganan darurat terhadap dampak banjir. PT Bumi Suksesindo mengklaim bahwa kejadian ini murni bencana alam akibat curah hujan ekstrem, bukan sepenuhnya kesalahan aktivitas tambang. Namun, publik menilai bahwa banjir ini memperkuat dugaan bahwa sistem tata kelola lingkungan perusahaan masih perlu diperbaiki.

Tanggapan Pemerintah Daerah

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menyatakan akan meninjau ulang prosedur izin lingkungan serta mengevaluasi dampak tambang terhadap daerah rawan banjir. Beberapa pejabat bahkan menyebut bahwa kerusakan kawasan hutan Gunung Tumpang Pitu harus segera direhabilitasi agar tidak memperburuk bencana serupa di masa depan.

Suara Penolakan dari Masyarakat dan Aktivis Lingkungan

Kampanye #SaveTumpangPitu Kembali Menggema

Insiden banjir terbaru ini memicu kembali kampanye digital dan aksi unjuk rasa bertajuk #SaveTumpangPitu. Aktivis lingkungan menyuarakan penghentian operasional tambang dan pemulihan ekosistem pegunungan selatan Banyuwangi. Mereka menuntut pemerintah lebih serius dalam menindak pelanggaran lingkungan dan memberi ruang bagi konservasi kawasan tersebut.

Warga: Kami Ingin Gunung Tumpang Pitu Kembali Hijau

Banyak warga sekitar menyuarakan harapan agar Gunung Tumpang Pitu dikembalikan fungsinya sebagai kawasan konservasi, bukan tambang terbuka. Mereka menilai banjir ini sebagai pesan alam bahwa kerusakan lingkungan sudah melewati batas. Keberlangsungan hidup dan sumber air bersih menjadi kekhawatiran utama masyarakat pesisir dan petani lokal.

Antara Emas dan Bencana

Gunung Tumpang Pitu kini menjadi simbol konflik antara eksploitasi sumber daya dan kelestarian lingkungan. Banjir yang menenggelamkan akses jalan menuju tambang menjadi peringatan keras bahwa keseimbangan alam tidak bisa dikorbankan demi keuntungan ekonomi jangka pendek.

Perlu sinergi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk mengevaluasi masa depan pertambangan di wilayah ini. Apakah benar emas dari Gunung Tumpang Pitu sepadan dengan bencana ekologis yang terus menghantui? Ataukah kini saatnya kita mendengarkan suara alam dan masyarakat, serta menata ulang kebijakan tata ruang dan eksploitasi sumber daya di kawasan rawan bencana seperti Tumpang Pitu?

Diskusi ini masih panjang, tetapi satu hal jelas: keberlanjutan lingkungan adalah fondasi utama dari pembangunan yang berkeadilan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *